Foto : Agustinus Cuih dan kebun semangka milik Kelompok Tani Kelukup Kediuk Raya |
Dengan nada bergumam sambil tangan bergerak memberi simbol silang, lalu bergerak seakan melihat jam di tangan yang disambut dengan anggukan kepala oleh lawan bicara disertai uluran jempol tangan mewarnai bahasa isyarat yang tersaji di depan kami sore itu. Seperti itulah Agustinus Cuih membangun komunikasi dengan Mancit yang merupakan penyandang tunawicara ini.
“Artinya saya
minta dia hidupkan keran air untuk siram bibit, setelah 15 menit matikan”, ujar
pria yang disapa Cuih ini.
Foto : Komunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan pak Mancit salah satu anggota kelompok yang juga merupakan penyandang tuna wicara |
Sore itu di kaki bukit Kediuk yang berawan kami bertandang ke kebun Kelompok Tani Kelukup Kediuk Raya. Kelompok tani ini sendiri berada di dusun Kelukup Belantak Desa Mekar Utama, Kecamatan kendawangan. Saat ini mereka sedang membudidayakan semangka.
“Besok panen
lagi, tiga hari lalu kita panen ada 4 ton”, buka Agustinus Cuih menerangkan
jadwal panen mereka. Dalam perkiraannya sendiri musim tanam kali ini lahan 2
hektar yang mereka olah akan menghasilkan 7 ton semangka.
Foto : Suasana saat warga yang melintas membeli semangka |
“Sengaja kita setting pas Ramadhan, biasa permintaannya tinggi dan harganya lumayan baik”, ujar pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun Kelukup Belantak ini. Memang saat kami tiba di rumah pak Cuih terlihat orang yang lewat di jalur itu banyak berhenti untuk membeli barang 1 sampai 2 buah semangka ukuran besar.
“Untuk berbuka
puasa, pas cuaca panas lagi, yang jelas buat badan kita segar dengan mengkonsumsi
semangka ini”, ungkap salah seorang ibu yang singgah membeli. Selain dijual
sendiri oleh istrinya, pak Cuih juga menjual hasil semangka kebun mereka ke peraih di Kendawangan. “Mereka datang
bawa pick up, nah besok mereka datang
lagi”, ujarnya kembali.
Foto : Lahan pertanian yang dikelola |
Lahan 2 hektar
mereka ini tidak pernah berhenti menghasilkan. Karena setelah semangka ini
bibit cabe telah siap untuk di tanam. Adalah pak Mancit, salah satu orang yang
mengelola lahan tersebut mulai dari pengolahan lahan, pembuatan lubang tanam,
pemupukan, penyiraman, penyiangan hingga panen. “Ia ini rajin bahkan beliau
tinggal di kebun sini, menjaga kebun, kami biasa tiap hari antar makanan kalo
tidak dia ke sini makan di rumah kami”, ungkap pak Cuih bercerita tentang sosok
pak Mancit.
Saat kami datang
sore itu terlihat pak Mancit sedang mengurus kebun. Ia terlihat begitu gembira
ketika melihat kami membawa kamera. Sambil meloncat dan tertawa ia memberi kode
hendak memasang baju dan segera menghampiri kami. Kemudian dengan cekatan dia
membimbing kami melihat semangka-semangka yang siap panen. Raut wajahnya begitu
gembira sesekali tertawa apalagi di saat ia kami minta memegang kamera.
Foto : Keseruan Pak Mancit di Area Kebun Semangka di Kelukup Belantak |
Selain bercerita tentang kebun semangka, terselip juga kisah dusun Kelukup Belantak dengan segala permasalahannya hingga hari ini. Menyebut nama dusun ini, banyak dari warga masyarakat yang akan menggambarkan kondisi jalan di sini yang masih berlubang disertai banjir ketika musim penghujan tiba. Kondisi ini pulalah yang memunculkan “meeting” seperti jembatan darurat berbayar yang disiapkan untuk perlintasan bagi pengguna jalan. Saat kami ke sana ada belasan meeting yang kami jumpai.
Masalah listrik
juga menjadi kendala bagi warga disini, dimana warga masih menggunakan listrik
bersumber dari generator pribadi. “Ya beginilah kondisi kita, kalau malam
gelap, karena listrik dari negara tidak ada, ya kita paling pakai punya
pribadi, cuma bahan bakar kan juga makin mahal, jadi mesti pandai-pandai”,
cerita Cuih kepada kami sambil menikmati kopi di beranda rumah.
Namun secercah
harapan saat ini muncul dengan dimulainya program instalasi listrik dari
negara. Namun tentu juga disertai permasalahan dengan pembiayaan untuk
instalasi KWH di rumah warga. “Program listrik mudah-mudahan tahun 2024 ini
masuk, namun masyarakat kan memiliki keterbatasan juga yakni ketiadaan uang cash
untuk instalasi listrik, pasang KWH”, tutur suami dari Yustina Ifah ini.
Foto : CUPS lembaga pemberdayaan yang memfasilitasi layanan pemasangan KWH bagi anggota |
Permasalahan itulah yang membawanya untuk berdiskusi dengan CUPS sebuah lembaga pemberdayaan eknomi kerakyatan. “Kami berdiskusi dengan pak Kadus tentang permasalahan ini, dan kita langsung mensosialisasikan pada warga untuk fasilitas pinjaman pemasangan KWH bagi anggota CUPS, hingga hari ini, banyak warga yang sudah memanfaatkan, dan kami bersyukur bahwa warga dapat terbantu”, ujar Pero yang juga pimpinan CUPS Kantor Cabang Kendawangan.
“Kami bersyukur
dengan kehadiran CUPS dapat banyak membantu salah satunya ini, ketika anggota
mau pasang KWH maka bisa mengajukan, maka saya mendorong warga yang belum
gabung ya bergabung, sementara itu kebun kelompok kami juga bermitra dengan
CUPS, perusahaan dan pihak desa, inilah pentingnya walau kita hanya di dusun
kita juga berjejaring”, ujar Cuih kembali sambil tersenyum.
Obrolan kami
mesti terhenti sejenak, saat tiba-tiba warga yang lewat singgah untuk membeli
semangka. Dengan cekatan suami istri tersebut bekerja sama memilihkan semangka,
menimbang dan mem-packaging dalam kantong yang tersedia. “Total 10 kg, Rp.
70.000,- ibu”, sebut Yustina Ifah yang juga istri pak Cuih menyebutkan harga
pada pembeli. Transaksi pun berlangsung disertai senyuman sumringah mereka
karena hari ini terjual semangka dalam jumlah yang cukup banyak.
Foto : Agustinus Cuih dan Yustina Ifah, pelopor kebun semangka di Kelukup Belantak |
“Saya mendukung apa yang dirintis dan diusahakan oleh suami yang merupakan pekerja keras, ia sering bercerita ke saya, bahwa ingin meninggalkan kenangan yang baik selama menjabat sebagai Kadus mulai dari peningkatan fasilitas di dusun maupun di bidang usaha bertani yang dapat dicontoh warga yang lain”, ungkap Yustina Ifah mengenai sosok suaminya.
“Saya memang
ingin memberikan contoh kepada warga, bagaimana pemanfaatan lahan yang tepat
dan baik akan menghasilkan keuntungan yang sangat menunjang ekonomi keluarga
kita, misal dari lahan 2 hektar dalam 1 tahun saya bisa mendapat hasil sekitar
100 juta dari tanaman yang ditanam bergilir seperti cabe, terong, tomat, labu
perenggi dan semangka, tinggal kita tekun saja, karena puji Tuhan untuk air
kita sangat terbantu karena dapat kita alirkan langsung dari gunung Kediuk sana”,
ungkap Cuih kembali.
Senja merayap, matahari terlihat mulai terbenam, namun cuaca masih terasa panas maklum saat itu menjelang kulminasi matahari di jalur Khatulistiwa. Namun cuaca panas menjadi berkah tersendiri bagi Kelompok Tani Kelukup Kediuk Raya dimana penjualan semangka mereka menjadi lebih laris manis. Terlihat sorot mata optimis dari seorang Agustinus Cuih sembari menyeruput kopi, baginya masih banyak mimpi yang ia ingin wujudkan bagi kemajuan dusun Kelukup Belantak ini. Ia pun memilih jalan pemberdayaan bagi warganya yakni pemberdayaan partisipatif dan inklusif serta kolaboratif. (red)
0 Komentar