Foto : warga yang melintas membayar meting di ruas jalan ke arah Kelampai-Kendawangan (25/8) |
Seperti sebuah dejavu yang berulang dan terus berulang,
ketuka hujan datang dengan itensitas lebat maka beberapa ruas jalan di
perhuluan pun rusak kembali. Kondisi itu pun dibarengi dengan menjamurnya meting atau semacam jembatan yang dibuat
untuk memperlancar pengendara yang melintas jalanan rusak. Untuk melintasinya
pun kita harus memberikan sejumlah uang semacam kontribusi bagi si pembuat
meting. Tarifnya mulai dari Rp. 2.000,- tergantung parahnya kerusakan,
kendaraan yang digunakan serta banyaknya muatan.
Hal tersebut
memang menjadi simalakama, namun untuk memperlancar perjalanan para pengendara
pun memaklumi. Namun hal itu juga dimanfaatkan oleh beberapa oknum warga yang
membuat meting di jalan yang
seharusnya tidak perlu dipasang meting,
semata-mata untuk mendapatkan pungutan dari pengguna jalan.
Seperti di ruas
jalan antara Pesaguan hingga ke Jembatan Kelampai Kendawangan, akibat hujan
yang turun seminggu terakhir membuat jalan rusak dan tergenang serta diikuti
menjamurnya meting kembali. “Wah pas perayaan 77 tahun Indonesia merdeka, tapi
rasanya dengan kondisi jalan seperti ini kita belum merasa merdeka”, ungkap Rahmat
salah satu pengguna jalan.
Warga memang
berharap jalan yang layak dapat difasilitasi oleh pemerintah. “Kita ndak perlu aspal mulus, tanah berlaterit
dan dirawat seperti jalan perusahaan saja, sudah dirasa cukup membantu,
syukur-syukur bisa sama diaspal kaya jalan trans Kalimantan”, ungkap Bandi, pengendara
yang lain.
Semoga saja
berbarengan dengan perhelatan demokrasi tahun 2024 mendatang, jalan-jalan ini
mendapat perhatian dari pihak terkait. “Warga ndak muluk-muluk, jalan baik,
distribusi barang lancar, anak-anak lancar ke sekolah, itu udah lebih baiklah”,
pungkas Bandi kembali. (Dky-JWKS)
0 Komentar