|
FGD Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Kab Ketapang (Jumat, 29/01/2021)
|
Kabupaten Ketapang memiliki luas wilayah 31.588 Km2 dengan Kecamatan Kendawangan sebagai Kecamatan terluas dan Kecamatan Delta Pawan sebagai Kecamatan terkecil serta dengan jumlah penduduk 512.783 (BPS, 2019), merupakan Kabupaten dengan izin terluas di Kalimantan Barat.
Untuk sektor perkebunan kelapa sawit menurut catatan AMAN Kalbar di Kabupaten Ketapang terdapat 78 perusahaan, belum lagi perusahaan pertambangan dan perusahaan kayu. Areal konsesi perijinan ini banyak yang overlap dengan wilayah adat, hal inilah yang menjadi pemicu utama konflik dilapangan yang kemudian membuat iklim investasi menjadi tidak baik.
Dengan demikian kepastian hukum bagi komunitas masyarakat adat menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk saat ini, maka diperlukannya Panitia yang akan melakukan kerja-kerja identifikasi, verifikasi dan penetapan Masyarakat Hukum Adat.
Bertempat di Ruang Rapat Kantor Bupati Ketapang, Jumat (29/1/2021) Pengurus Aman Kalbar dan Pengurus Daerah Aman Ketapang yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Ketapang menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) dalam rangka pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat sekaligus menyamakan persepsi dan pandangan dari para pihak terhadap pentingya payung hukum bagi komunitas masyarakat adat untuk mendukung program pembangunan di Kabupaten Ketapang yang lebih maju, tentram dan sejahtera.
Adapun peserta FGD yang diundang hadir dalam kegiatan tersebut berjumlah 14 utusan dari lembaga/SKPD (Satuan Kerja Perangkat Derah) terkait, yaitu : Pj. Sekeretaris Derah Kabupaten Ketapang, Dinas pemberdayaan Masyarakat dan pemerintahan Desa, Dinas perkim dan Lingkungan Hidup, Bappeda Ketapang, Dinas PUPR, Dinas pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Pendidikan, Dinas Dukcapil, Dinas Ketahan Pangan dan Perikanan, Bagian Hukum Setda, Bagian Pemerintahan Setda, dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Ketapang serta ditambah 2 orang perwakilan dari AMAN Kalbar dan 1 orang perwakilan dari AMAN Ketapang.
Sambutan disampaikan oleh Pj. Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang yang diwakili oleh Staff Ahli Bupati Ketapang Husnan yang sekaligus membuka acara FGD yang berlangsung hangat namun tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan aturan dari Pemerintah Pusat.
Dalam sambutannya Husnan menyampaikan terimakasih kepada Pengurus AMAN Kalbar dan Pengurus Daerah AMAN Ketapang yang telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD)) dalam rangka pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Ketapang, dan berharap dengan adanya Perda Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, investasi di Kabupaten Ketapang dapat berjalan dengan baik di Kabupaten Ketapang.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Ketapang Mintaria dalam paparannya mengatakan Dalam Perda Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini Panitia MHA harus ditetapkan paling lambat 1 tahun dan Dinas Teknis sebagai Panitianya bersama dengan Pemangku Adatnya. Perda Nomor 8 tahun 2020 juga bukan satu-satunya dasar hukum Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, masih ada aturan-aturan lain katanya. Terkait Kepemilikan tanah /wilayah adat menurutnya tidak hanya berdasarkan perda tapi juga masih ada prosese-proses lain yang harus dilalui, ia juga mengingatkan harus ada sinkronisasi dengan tata ruang kabupaten/kota, dan berharap komunitas adat yang lain juga bisa dirangkul dan diakomodasi juga.
|
Dokumentasi kegiatan FGD Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Ketapang |
|
|
Dokumentasi Kegiatan Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Ketapang |
Kepala Divisi Advokasi, Hukum dan Penguatan Jaringan Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Barat Agapitus dalam presentasinya menyampaikan bahwa Kepastian hukum bagi Masyarakat Adat akan sangat penting dalam rangka membantu menjawab ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan SDA yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Perda PPMHA menjadi salah satu jalan untuk mengisi kekosongan hukum dalam memastikan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Namun Perda ini tidak akan berguna juga kalau tidak ditindaklanjuti secara operasional, sehingga adanya Panitia Masyarakat Hukum Adat sudah sangat mendesak. Ia pun berharap Panitia ini segera di SK kan oleh Bupati, agar kerja-kerja terkait proses Pengakuan dan Perlindungan MHA bisa dimulai.
Lebih lanjut Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Ketapang Banu Subekti mengucapakan terima kasih kepada AMAN yang telah memudahkan tugas BPN sebagai jembatan/perantara penyelesaian konflik Agraria. Ia juga mengatakan bahwa Masyarakat/komunitas adat yang sudah memenuhi syarat kita dorong untuk mendapatkan pengakuan tanah adatnya. Kita telah memiliki Peraturan yang baru terkait tanah ulayat masyarakat hukum adat yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
Mudah-mudahan Perda Nomor 8 tahun 2020 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat sudah sejalan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019. Ia juga mengungkapkan salah satu hambatan adalah BPN selalu kesulitan mengurus/mengeluarkan Tanah Adat yang berada dalam kawasan hutan. Untuk itu ia menyarankan MHA bisa mengurusnya di BPKH/Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kabid Bidang PMD Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMPD) Kabupaten Ketapang Hary Penjaitan mengungkapkan bahwa Terkait Perda Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Dinas PMPD Kabupaten Ketapang juga mengacu pada Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, dan dalam Kepanitiaan bertindak sebagai Sekretaris. (Edho Remigius-JWKS)
0 Komentar